Infeksi virus influensa pada manusia ( human influenza) menyebabkan keluhan dan gejala penyakit respiratori yang bervariasi. Virus A/H5N1 yang menyerang manusia berasal dari unggas menimbulkan banyak kematian pada tahun 1997, mencapai puncaknya pada tahun 2005 - 2007. Sampai saat ini kasus baru A/H5N1 tetap bermunculan, tetapi penularan antar manusia belum terbukti. Pada bulan April 2009 virus influensa H1N1 yang berasal dari swine menyebabkan influensa pada manusia dan menyebar antar manusia, sehingga dalam waktu singkat telah menimbulkan pandemi. Swine dapat diinfeksi oleh virus flu unggas , virus flu manusia dan virus swine flu. Ketika itu dapat terjadi pertukaran genetik, dan muncul virus baru. Saat ini ada empat jenis virus utama dari virus influenza tipe A yang telah diisolasi dari swine yaitu : H1N1, H1N2, H3N2 dan H3N1. Gejala klinis penyakit ini sangat mirip dengan infeksi virus influensa biasa, yaitu berupa demam, mialgia, sakit kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan. Kadang kadang dijumpai keluhan diare dan muntah. Penyakit ini dengan sangat cepat menyebar , umumnya segera sembuh, kecuali bila terjadi komplikasi pneumoni, dapat berakibat gagal napas dan memerlukan ventilasi mekanik. Pada tanggal 23 Mei 2009 , telah dilaporkan 12.022 orang terserang influenza H1N1, menyebabkan kematian sebanyak 75 orang di Meksiko ( jumlah kasus mencapai 3.892 orang), di Amerika Serikat 6.552 orang terjangkit influensa H1N1, Kanada 719 orang, Jepang 321 orang, Spanyol 126 orang , Inggris 117 orang, serta Panama 76 orang. ETIOLOGI Virus influensa A termasuk dalam famili orthomyxoviridae, merupakan virus ribo nucleic acid (RNA). Dua protein permukaan utama yaitu Hemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N) menentukan serotipenya. Pada virus influensa A terdapat 16 jenis protein Hemaglutinin ( H 1-16) dan 9 protein Neuraminidase ( N 1 – 9 ), sehingga banyak sekali kombinasi varian yang bisa terjadi. Virus influensa A ini erat kaitannya dengan penyebab swine influenza, equine influenza dan avian influenza.
3
Gambar 1 : Struktur Virus Influenza A Ukuran virus berdiameter 80 – 120 nm. Ketiga tipe virus yaitu influenza A, B dan C adalah virus yang mempunyai bentuk yang sama dibawah mikroskop elektron. Dari ketiga tipe influensa, influensa A yang paling mungkin menimbulkan masalah kesehatan pada manusia dalam skala besar. EPIDEMIOLOGI Influensa A mempunyai pola epidemiologi yang kompleks meliputi banyak pejamu hewan yang berperan sebagai induk semang bagi berbagai galur virus dan berpotensi menular ke manusia, sedangkan Influensa B dan C merupakan patogen spesifik pada manusia. Pada infeksi dengan virus influensa A dapat terjadi transmisi inter spesies, virus influensa A subtipe H1N1 mempunyai kesanggupan menular antar spesies terutama babi, bebek, kalkun dan manusia. Virus influensa A subtipe H1N1, H1N2 dan H3N2 merupakan subtipe virus influensa yang umum ditemukan pada swine yang berpotensi menimbulkan wabah. Pada tahun 1918 swine flu pernah mewabah di Brest (Prancis), Boston (Amerika Serikat) dan Freetown (Sierra Leone), merupakan wabah penyakit yang mematikan dengan tingkat kematian yang terjadi mencapai 80%. Pandemi itu menewaskan 20-50 juta orang di seluruh dunia.
Pandemi swine flu dimulai dengan gejala flu ringan yang muncul pada musim semi 1918, diikuti gelombang yang lebih mematikan pada enam bulan kemudian. Para ilmuwan berspekulasi bahwa sesuatu telah terjadi pada virus tersebut setelah gelombang pertama. Salah satu teori menduga bahwa virus itu menginfeksi babi atau
4
mamalia lain dan bermutasi sebelum kembali menginfeksi manusia dalam bentuk yang lebih mematikan. Center for Desease Control and prevention (CDC) menyebutkan sejak 2005 - 2009, telah dilaporkan 12 kasus infeksi virus H1N1 pada manusia. Pada bulan September 1988, seorang wanita hamil berusia 32 tahun yang sebelumnya sehat, masuk rumah sakit karena pneumonia dan meninggal dunia delapan hari kemudian. Penyebabnya virus influenza H1N1 dan diketahui sebelumnya korban mengunjungi sebuah pameran babi. Selain itu terdapat catatan yang menyebutkan penyebaran virus antar manusia. Ada bukti perpindahan virus dari satu pasien ke pasien lain melalui kontak jarak dekat. PATOGENESIS Penularan influensa dapat dengan cara kontak langsung maupun tidak langsung dengan manusia/ hewan yang terinfeksi , melalui udara (air borne), kotoran (feces), sekret , debu/ tanah yang terkontaminasi virus. Virus influensa kemudian melekat pada reseptor asam sialat di permukaan sel pejamu melalui hemagutinin dan secara endositosis masuk kedalam vakuol sel. Didalam vakuol sel terjadi asidifikasi, kemudian terjadi fusi ke dalam membran endosom dan pelepasan RNA virus ke dalam sitoplasma sel pejamu. Didalam sitoplasma RNA virus masuk ke nukleus dan mengalami transkripsi. RNA yang baru terbentuk dikembalikan ke sitoplasma, diterjemahkan dalam bentuk protein dan dibawa ke membran sel , diikuti oleh penonjolan virus menembus sel pejamu. Neuraminidase meningkatkan replikasi virus dari sel yang terinfeksi, menghalangi agregasi virus dan membantu pergerakan virus di sepanjang saluran respiratorik. Infeksi influensa menyebabkan kerusakan epitel saluran respiratorik, fungsi silia menurun dan deskuamasi lapisan epitel, sehingga infeksi sekunder dengan bakteri mudah terjadi. Mekanisme imunologis yang terjadi belum ditetapkan dengan pasti, diduga berhubungan dengan induksi sitokin yang menghambat replikasi virus seperti interferon dan tumor necrosis factor α. Pada avian flu dan swine flu terjadi pelepasan sitokin dalam jumlah besar apabila dibandingkan dengan infeksi galur influensa manusia, sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih berat dan bisa menyebabkan kematian. Masa inkubasi influensa hanya 48 – 72 jam, sehingga menjadi masalah karena tidak cukup waktu yang diperlukan untuk menimbulkan respon imun protektif. Adanya virus subtipe baru yang belum dikenali oleh sistem imun tubuh manusia dan kemampuan virus untuk menyebar secara cepat mungkin juga berperan penting pada perjalanan penyakit yang berat dan angka kematian yang tinggi. Virus influensa A memiliki kemampuan untuk berkembang menjadi strain virus yang patogenik. Jenis perubahan genetik yang besar (mayor) pada virus influensa A disebut antigenic shift, sedangkan peubahan yang kecil (minor) disebut antigenic drift.
Antigenic shift terjadi bila seorang manusia atau seekor pejamu perantara terinfeksi oleh 2 jenis virus dari spesies yang berbeda (misalnya virus manusia dan virus swine). Genom virus yang tersegmentasi memungkinkan terjadinya percampuran materi
5
genetik antar kedua jenis virus tersebut dan menghasilkan virus baru dengan glikoprotein permukaan (HA dan NA) yang berbeda dari virus yang sebelumnya sudah pernah menyerang manusia. Karena sebelumnya belum pernah dikenali oleh sistem imun manusia, maka jenis virus baru ini dapat menyebabkan penyakit, menular antar sesama manusia dan menimbulkan ancaman pandemi. Antigenic drift terjadi akibat mutasi ringan (point mutations) pada segmen gen RNA yang menyandi HA atau NA dengan akibat terjadinya perubahan molekul glikoprotein permukaan yang disintesisnya. Mutasi tersebut diduga terjadi secara spontan pada saat virus menyebar pada populasi yang rentan dan hanya menimbulkan wabah lokal yang tidak begitu berat. Gambar 2. Mekanisme antigenic shift pada virus influensa yang dapat menimbulkan pandemi GEJALA KLINIS Replikasi virus terjadi di sel epitel saluran pernapasan dan saluran pencernaan, oleh karena sel-sel epitel organ ini dapat menghasilkan suatu ensim yang penting untuk mengaktifkan virus ini. Masa inkubasi influensa 1-7 hari dengan rata-rata 3 hari. Masa penularan pada manusia adalah 1 hari sebelum, sampai 3- 5 hari setelah gejala timbul. Pada anak dapat sampai 10 hari. Virus lebih lama berada pada orang dengan imunitas yang rendah. Gejala influensa bisa berupa sakit kepala, malaise, pilek, batuk nyeri tenggorok dan muntah/ diare, demam biasanya diatas 38ºC. Sering pula ditandai dengan nyeri otot, badan terasa lemah, terdengar ronki dan limfopenia pada pemeriksaan laboratorium. Demam tinggi merupakan tanda yang khas, klinis dapat memberat sampai terjadi pneumonia, ARDS yang mengakibatkan kematian.
6
Tabel 1. Karakteristik dan manifestasi klinis pasien influenza A H1N1 Sumber: The members of the Novel Swine-Origin Influenza A (H1N1) Virus investigation. Emergence of a novel swine origin influenza A (H1N1) virus in humans. N Engl J Med 2009:360;2605-15. Manifestasi klinis dan pemeriksaan laboratorium pada pasien influenza A H1N1 yang terkonfirmasi di Amerika serikat dapat terlihat pada tabel 1. Gejala yang hampir selalu dijumpai ialah demam ( 94%), batuk (92%) dan nyeri telan (66%). Manifestasi klinis yang tidak spesifik sering menyebabkan kesalahan diagnosis awal sebagai pneumonia ( non H1N1), demam dengue, demam tifoid atau infeksi respiratorik akut. Anak tertentu mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi influensa , mengalami gejala klinis yang lebih berat dan mempunyai prognosa yang lebih buruk, termasuk diantaranya ialah bayi berusia dibawah 6 bulan, kondisi imunokompromais, chronic kidney disease, penyakit jantung, HIV, asma, penyakit paru kronis, palsi serebral, gangguan metabolik, gangguan neuromuskuler dan malnutrisi.
7
TES DIAGNOSTIK Diagnosis pasti influensa H1N1 dengan isolasi virus. Uji Laboratorium untuk diagnosis infeksi virus influensa A : 1. Deteksi antigen, hasilnya dapat diketahui 15–30 menit • Uji Immunofluorescence. • Uji Immunoenzyme. 2. Pemeriksaan serologi : dari darah 3. Polymerase chain reaction dan Real-time PCR assays dari swab tenggorok dan hidung : hasil diketahui dalam beberapa jam. Pemeriksaan PCR (Polymerase chain reaction) dapat mendeteksi RNA virus pada spesimen aspirat nasofaring, BAL, swab tenggorok atau bilasan hidung. Pemeriksaan ini pada umumnya lebih sensitif dibandingkan kultur dan bersifat spesifik untuk influensa A, namun mahal biayanya. Diagnosis serologi umumnya menggunakan metode inhibisi haemagglutinasi. Pada awal infeksi akut dan 10-14 hari kemudian peningkatan titer antibodi sebesar 4 kali lipat atau lebih dianggap positif. Metode serologi lainnya menggunakan tehnik ELISA atau fiksasi komplemen. Pemeriksaan ini dan juga kultur virus hanya dapat dilakukan pada laboratorium dengan standart fasilitas biosafety level 3+. Klasifikasi diagnosis pasti dari avian influenza adalah kasus yang sudah pasti atau kasus konfirmasi yang definisinya adalah kasus yang :
- Hasil kultur virus influenza H1N1 (+)
- Hasil PCR influenza H1N1 (+)
- Terjadi peningkatan titer antibodi H1 sebesar 4 kali.
TATALAKSANA Rawat Jalan Pasien IRD anak dengan kecurigaan Influensa A ( H1N1) harus segera melewati triage untuk diperiksa lebih lanjut dan di kirim ke ruang yang telah disediakan, untuk mengurangi penularan. Pasien anak dengan kecurigaan Influensa A ( H1N1) dari poliklinik anak segera dikirim ke ruang isolasi khusus untuk pemeriksaan lebih lanjut. Pasien diberi masker, bila ada gunakan jenis N 95 Petugas harus memakai masker dan sarung tangan, cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien Catat dan cari keterangan secara rinci mengenai tanda klinis, riwayat perjalanan, dan riwayat kontak 7 – 14 hari terakhir sebelum sakit. Lakukan pemeriksaan foto rontgen dada dan darah tepi lengkap, CRP dan tes fungsi hati
Rawat Inap Pasien harus dirawat di ruang isolasi khusus.
8
Untuk petugas kesehatan (dokter dan paramedis) diperlukan kewaspadaan universal (Universal Precaution) terutama cuci tangan sebelum dan sesudah memegang pasien, dan memakai masker. Suportif : penuhi kebutuhan nutrisi, cairan, elektrolit dan oksigen Apabila ada indikasi infeksi bakteri, antibiotik diberikan sesuai pedoman Pada keadaan dimana pasien mengalami sesak napas yang berat dan mengancam jiwa, maka bisa dipertimbangkan pemakaian ventilasi mekanik.
Catatan Semua peralatan medis harus sekali pakai, apabila alat tersebut akan dipakai ulang harus disterilkan terlebih dulu. Pemindahan pasien dari ruang isolasi harus memakai masker. Pengunjung (termasuk petugas yang tidak berkepentingan termasuk mahasiswa) dibatasi seminimal mungkin. Perhatian khusus : batasi / hndari pemakaian nebuliser, bronkoskopi, gastroskopi. Alat perlindungan perorangan terdiri atas masker N 95, sarung tangan, jubah, dan alas kaki.
Asupan cairan yang memadai dan istirahat merupakan unsur penting dalam tatalaksana influensa. Bila sistem imunitas baik maka penyakit ini umumnya akan membaik dengan sendirinya (self limiting disease). Pengendalian infeksi untuk influensa A( H1N1) meliputi universalt precaution dan transmission based precaution. Terapi antiviral memegang peran utama dalam pemberantasan infeksi virus A ( H1N1) / swine influenza. Virus H1N1 sensitif terhadap obat-obatan inhibitor neuraminidase seperti Oseltamivir dan Zanamivir. Obat ini harus diberikan sejak dini, sebelum 48 jam pertama , karena bila diberikan pada saat infeksi sudah berjalan lanjut kurang bermanfaat. Walaupun belum pernah dilakukan penelitian, pemberian Oseltamivir untuk pencegahan juga dianggap bermanfaat karena obat tersebut terbukti dapat mengatasi infeksi dan mampu menurunkan pelepasan virus-virus baru. Oseltamivir dan Zanamivir berasal dari satu golongan obat inhibitor neuraminidase dan terbukti efektif terhadap virus influensa A maupun B. Obat-obat tersebut merupakan analog asam sialat yang secara kompetitif menghambat neuraminidase (NA) pada permukaan virus influensa A dan B. Pemutusan residu asam sialat terminal pada sel-sel inang akan merusakkan reseptor yang digunakan dan dikenali oleh haemagglutinin (HA) virus. Hal ini akan menghalangi infeksi virus kedalam sel. Hambatan pada NA juga akan mengurangi pelepasan virus-virus baru dari sel yang terifeksi, dan dengan demikian akan mengurangi tingkat penularan. Zanamivir maupun Oseltamivir terbukti dapat mengurangi lamanya gejala penyakit pada kelompok penderita anak-anak, dewasa muda maupun lanjut usia dengan penyakit-penyakit penyerta. Selain itu Oseltamivir ternyata juga mampu menurunkan derajat keparahan penyakit sebesar 50% serta mengurangi resiko terjadinya komplikasi sekunder seperti pneumoni, bronkitis, sinusitis dan otitis media.
9
Sampai saat ini belum tersedia vaksin yang sesuai untuk influensa A (H1N1) pandemi. Vaksin influensa rutin tetap dianjurkan untuk mencegah terjadinya antigenic shift sementara penelitian masih terus dilakukan untuk melihat apakah vaksin ini dapat memberikan efek parsial. RINGKASAN Influensa A ( H1N1) yang berasal dari swine telah menyebabkan penyakit pada manusia , tersebar luas dan menimbulkan pandemi sejak bulan April 2009. Penularan Influensa A ( H1N1) melalui dua cara : (a) melalui kontak dengan swine yang terinfeksi atau lingkungan / daerah endemis virus influensa (H1N1) .(b) melalui kontak dengan pasien influensa A (H1N1). Manifestasi klinis awal sulit dibedakan dengan influensa biasa yang menyerang manusia. Keluhan tersering ialah demam, batuk dan nyeri telan, sebagian kecil mengeluh diare dan muntah. Sebagian besar kasus adalah ringan, dapat sembuh sendiri, namun beberapa kasus mengalami gangguan respiratorik yang berat, gagal napas dan berakhir dengan kematian. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan PCR, serologis dan isolasi virus. Obat antivirus yang dianjurkan ialah Oseltamivir dan Zanamivir, efektif apabila diberikan dalam waktu 48 jam pertama. Pemenuhan kebutuhan cairan, kalori dan oksigenasi sangat menunjang kesembuhan . Sampai saat ini belum ditemukan vaksin influensa yang sesuai dengan jenis virus infleunsa A (H1N1) pandemi ini. Perawatan pasien harus memperhatikan universalt precaution dan transmission based precaution
Tidak ada komentar:
Posting Komentar