Selasa, 03 Agustus 2010

Waspada Terhadap Infeksi Virus Dengue

Angka kejadian infeksi virus dengue dari tahun ketahun terus meningkat, begitu juga repotnya rumah sakit menangani kasus-kasus infeksi virus dengue selalu menjadi headline koran lokal maupun nasional. Di rumah sakit Dr Soetomo Infeksi virus dengue masih termasuk 5 besar penyakit yang dilaporkan dalam evaluasi tahunan serta perencanaan penanganan untuk tahun berikutnya. (1)
Angka kematian kasus infeksi virus dengue, yang pada saat baru muncul di Dr Soetomo masih tinggi, pada saat ini sudah dapat ditekan hingga dibawah 1 % (2), hal ini terjadi berkat kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran serta kewaspadaan orang tua.
Akan tetapi pengalaman klinis mengajarkan pada kita bahwa, ketepatan dan kecepatan diagnosis serta penanganan awal yang benar, akan memperbaiki prognosis penderita. Tujuan dari tulisan ini adalah memberikan suatu bahasan bagaimana melakukan deteksi dini infeksi virus dengue, kemudian melakukan antisipasi awal yang benar, dengan harapan prognosis penderita jadi lebih baik.
Kompetensi dokter umum pada penanganan penderita infeksi virus dengue. Dalam daftar kompetensi dokter Indonesia pada penanganan penderita infeksi virus dengue adalah IIIa.(3) Yang artinya, seorang dokter umum praktek di Indonesia, apabila menghadapi kasus-kasus infeksi virus dengue harus dapat melakukan diagnosis, kemudian dapat melakukan terapi awal, serta merujuknya ke sistem pelayanan kesehatan dengan benar. Diagnosis banding Infeksi virus dengue
Pada daerah endemis infeksi virus dengue, setiap anak dengan “panas pendek” , selalu harus diwaspadai kemungkinan menderita infeksi virus dengue. Beberapa penyakit yang ditandai awalnya dengan gejala panas pendek , adalah infeksi saluran pernafasan ( ISPA ), demam typhoid stadium dini, infeksi saluran kemih dan mungkin malaria. Pada kriteria WHO yg sudah dimodifikasi (4) dapat dibaca bahwa pada penderita infeksi virus dengue dapat dijumpai adanya gejala dari saluran cerna dan saluran pernafasan. Hal ini membuat diagnosis infeksi virus dengue menjadi semakin tidak mudah, sebab ISPA dan infeksi saluran cerna ternyata dapat menjadi bagian dari gejala infeksi virus dengue. Juga adanya gejala ruam/ rash yang menyertai saat panas pada penderita infeksi virus dengue memaksa dokter untuk memikirkan diagnosis banding seperti campak/ penyakit exanthematous yang lain, maupun kemungkinan ruam karena obat-obatan. Tidak jarang penderita infeksi virus dengue datang dalam keadaan syok, sehingga harus dipikirkan juga kemungkinan syok akibat penyakit yang lain, baik hipovolemik, kardiogenik maupun syok septik.
2
Beberapa peneliti mencoba mencari besaran masalah infeksi virus dengue ini pada penderita anak dengan “panas pendek“:
Kalayanarooj (5) di Bangkok dengan memakai kriteria panas 72 jam yang tidak jelas fokus infeksinya, disertai “flushed face“ mendapatkan 35 % adalah infeksi virus dengue, 18.6 % dengue fever, 16 % dengue haemorhagic fever dan 5 % dengue shock syndrome.
Beberapa macam keluhan, gejala dan hasil pemeriksaan laboratorium membedakan kelompok penderita yang akhirnya didiagnosis sebagai infeksi virus dengue dan kelompok penderita yang bukan infeksi virus dengue, yang selanjutnya diberi terminologi “other febrile illnesses“.
Kalayanarooj mendapatkan bahwa pada penderita infeksi virus dengue, keluhan yang mengenai traktus gastro intestinalis, seperti anoreksia, nausea dan vomiting lebih menonjol dibanding penderita “other febrile illnesses “.
Begitu juga keluhan nyeri pada kepala dan abdomen, walau tak sesignifikan keluhan pada traktus gastro intestinal, kelompok penderita infeksi virus dengue lebih banyak mengeluh dibanding kelompok “ other febrile illnesses “.
Pada pemeriksaan fisik, dalam hal ini yang dipakai sebagai parameter adalah test Tourniquet, kelompok penderita infeksi virus dengue 2 kali positip dibanding kelompok “other febrile illnesses“.
Pemeriksaan darah tepi, untuk parameter trombosit kelompok infeksi virus dengue (255.000) lebih rendah dibanding kelompok “ other febrile illnesses “ (298.000). Sedangkan jumlah leukosit , neutrophil absolut maupun monosit absolut, pada kelompok “other febrile illnesses“ (11.120, 8148, 324) ternyata 2 kali lebih tinggi dibanding kelompok infeksi virus dengue (6211, 4473, 130). Pemeriksaan faal hati, khususnya AST dan ALT, kelompok infeksi virus dengue (76 dan 37) lebih tinggi dibanding kelompok “other febrile illnesses“ (41 dan 23).
Chung - Huang kuo dkk(6) mendapatkan peningkatan SGOT pada 93 % penderita, sedangkan peningkatan SGPT pada 82 %. Peningkatan faal hepar ini dari yang ringan sampai yang berat. Peningkatan mencapai 10 X harga normal SGOT didapat pada 11.1 % penderita, sedangkan SGPT pada 7.4 % .
Darmowandowo(7) di Surabaya dengan memakai kriteria panas 72 jam yang tidak jelas fokus infeksinya, disertai tanda perdarahan, minimal Tourniquet test positip, mendapatkan 59.6 % adalah infeksi virus dengue, 12 % dengue hemorrhagic fever dan 5 % dengue shock syndrome. Tabel berikut berisi tanda / gejala klinis dan laboratorium untuk membuat diagnosis Undifferentiated Fever / Dengue Fever / Dengue Hemorrhagic Fever ( WHO System For Classifying Dengue Syndromes ).(4)
Syndrome
Clinical
Hemorrhage **
Laboratory*
Undifferentiated Fever
Fever, mild respiratory or GI symptoms
T.T. + or -; bleeding signs + or -
plt NL hct NL
3
Dengue Fever
Fever, headache, myalgia, leukopenia, usually rash.
T.T. + or -; bleeding signs + or -
plt  or NL hct NL
Dengue Hemorrhagic Fever
Grade I
Fever, mild respiratory or GI symptoms
T.T. +; bleeding signs -
plt  hct 
Grade II
Fever, mild respiratory or GI symptoms
T.T. +; bleeding signs +
plt  hct 
Dengue Shock Syndrome
Grade III
As in grade I or II. Cool, clammy skin, enlarged liver, hypotension or narrow pulse pressure ***
T.T. + or -; bleeding signs + or -
plt  hct 
Grade IV
As in grade III. Blood pressure unobtainable.
T.T. usually -; bleeding signs + or -
plt  hct 
*
plt = platelet count. Abnormal value = 100.000 platelets per cubic milimeter. Hct = hematocrit. Abnormal value = 20 percen higher than recovery value.
**
T.T. = tourniquet test, performed using blood pressure cuff inflated midway between systolic and diastolic for 5 min.
***
Narrow pulse pressure = systolic – diastolic 20 mm Hg.
Infeksi virus dengue :
Penampilan klinis Infeksi Virus Dengue dapat sebagai Asymptomatic, Undifferentiated Fever, Dengue Fever atau Dengue Hemorrhagic Fever yang disertai dengan “plasma leakage“ (kebocoran plasma) dengan akibat dapat terjadi defisit cairan yang bermanifestasi klinik dari peningkatan PCV, sampai dengan terjadinya syok (Dengue Shock Syndrome), apabila keluarnya cairan plasma demikian banyaknya.(8) Atau dapat dibuat diagram sbb : Asymptomatic Symptomatic Undifferentiated Fever Dengue Fever Tanpa Perdarahan Dengan Perdarahan Dengue Hemorrhagic Fever
Tanpa Syok
Dengan syok (Dengue Shock Syndrome) Bagaimana mengenali penderita infeksi virus dengue Adalah penyakit akut yang ditandai oleh panas 2 – 7 hari, disertai 2 atau lebih gejala klinik dibawah. Gejala yang dimaksud adalah : Sakit kepala Nyeri retro orbital Myalgia / Artralgia
4
Ruam Manifestasi perdarahan, tourniquet test dan atau ptekie Leukopenia
Pada saat masih febris tidak dapat dibedakan apakah penderita ini akan tampil klinis sebagai undifferentiated fever, dengue fever ataukah dengue hemorhagic fever.
Pada saat temperatur mulai turun, yang biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai dengan hari ke-6 sakit, barulah dapat diketahui, kearah mana diagnosis penderita .
Pada varian klinik undifferentiated fever, yang biasanya tampil klinis ringan, panasnya menghilang, penderita sembuh dan varian klinik ini sukar dibedakan dengan penyakit “other febrile illness“.
Sedang varian dengue fever dapat tampil klinik dari yang ringan sampai berat, akibat adanya fenomena perdarahan atau disertai gejala klinik yang tergolong unusual / atypical. Hanya saja pada dengue fever tidak dijumpai fenomena kebocoran plasma, yang dapat membawa penderita pada situasi defisit cairan intra vaskuler.
Dengue Hemorrhagic Fever
Adalah Infeksi Virus Dengue, dengan gejala seperti Dengue Fever yang disertai : Manifestasi perdarahan yang lebih prominen : Test Tourniquet positif. Ptekie, echimosis atau purpura. Perdarahan mukosa, epistaksis atau perdarahan gusi. Trombositopenia ( 100.000 /mm3 ). Plasma leakage/ kebocoran plasma yang disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler, dengan ditandai oleh defisit cairan intra vaskuler berikut: Meningkatnya PCV 20 %. Gangguan sirkulasi
Dan ditemukanya cairan yang keluar dari intra vaskuler, yang bermanifestasi sebagai efusi pleura, ascites. Dengue Shock Syndrome ( DSS )
Adalah penampilan klinis Dengue Hemorrhagic Fever yang defisit cairan intra vaskulernya demikian bayak, sehingga disertai tanda-tanda kegagalan sirkulasi berupa: Penyempitan pulse pressure ( 20 mm Hg ). Nadi cepat dan kecil. Hipotensi Akral dingin
Sebagian besar infeksi virus dengue tampil klinis sebagai undifferentiated fever, suatu bentuk klinis yang tak dapat dibedakan dengan infeksi virus yang lain, sedang sebagian kecil dapat tampil sebagai dengue fever/ dengue hemorragic fever/ dengue shock syndrome. Dengue fever – dengue haemorhagic fever :
Membedakan penderita infeksi virus dengue yang nantinya tampil klinis sebagai dengue fever ataukah dengue hemorrhagic fever baru dapat dilakukan pada periode defervescence
5
atau sesudahnya, yang tentu saja hal ini dapat menjadikan penanganan penderita tidak optimal.
Beberapa peneliti mencoba mencari parameter keluhan, gejala klinik dan hasil laboratorium penderita infeksi virus dengue pada periode pra defervescence yang dapat dipakai sebagai prediktor penampilan klinisnya, apakah sebagai dengue fever, dengue hemorrhagic fever ataukah dengue shock syndrome.
Studi yang dilakukan oleh Kalayanarooj(5) mencoba mencari parameter diatas pada awal sakit panas ( 72 jam sakit ), mendapatkan hasil sebagai berikut:
Keluhan pada traktus gastro intestinalis yang meliputi anorexia, nausea dan vomiting lebih tinggi pada kelompok dengue hemorrhagic fever ( 93 %, 75 % dan 75 % ) dibanding dengan kelompok dengue fever (78 %, 61 % dan 66 %). Untuk keluhan nyeri perut juga didapatkan angka yang lebih tinggi pada kelompok dengue hemorrhagic fever (41 %) dibanding dengan kelompok dengue fever (28 %).
Tidak demikian halnya dengan keluhan nyeri kepala, dimana kelompok dengue hemorrhagic fever (75 %) lebih rendah dibanding kelompok dengue fever (80 %).
Untuk gejala perdarahan spontan, kelompok dengue hemorrhagic fever (18 %) lebih tinggi dibanding kelompok dengue fever (9 %). Sedang untuk test Tourniquet apabila 10 petekiae / 2.5 cm square dianggap positip, tidak ada perbedaan antara kelompok dengue hemorrhagic fever (65 %) dan kelompok dengue fever (64 %). Akan tetapi apabila 20 petekiae baru dianggap positip, kelompok dengue hemorrhagic fever (52 %) lebih tinggi dibanding kelompok dengue fever (36 %).
Pada analisa hasil pemeriksaan darah tepi, untuk parameter trombosit, kelompok dengue haemorrhagic fever (225.000) lebih rendah dibanding kelompok dengue fever (283.000). Walaupun tidak signifikan, jumlah leukosit, neutrofil absolut dan monosit absolut, kelompok dengue hemorrhagic fever (6277, 4572 dan 143) lebih tinggi dibanding kelompok dengue fever (6155, 4390 dan 119).
Pemeriksaan faal hati, khususnya AST dan ALT, kelompok dengue hemorrhagic fever (98 dan 46) lebih tinggi dibanding kelompok dengue fever (57 dan 29).
Teeraratkul dkk(9), yang melakukan studi “predictive value“ keluhan, gejala dan hasil laboratorium dari penderita panas 3 hari yang tidak jelas lokasi infeksinya, terhadap kemungkinan nantinya tampil klinis sebagai penderita dengue hemorrhagic fever, mendapatkan hal – hal sebagai berikut :
 Gejala flushing atau konjungtivitis tanpa pilek/ coryza mempunyai sensitivitas 83.1 % spesifisitas 90 % dan nilai ramal positip 88.9 %.
 Gejala tersebut diatas digabung dengan hepatomegali dan “bleeding tendency“, mempunyai spesifisitas 100 % dan nilai ramal positip 100 %.
 Gejala tersebut digabung dengan tes Torniket + ( > 10 ptekie ) mempunyai spesifisitas 97.1 % dan nilai ramal positip 97.2 %.
 Gejala tersebut digabung dengan leukosit 10.000, PCV 40 % atau limfosit atipik 400 sel / mm3 mendapatkan spesifisitas masing – masing 94.7 %, 100 % dan 100 %, sedangkan nilai ramal positipnya, masing – masing 91.8 %, 100 % dan 100 %.
6
Soethein(10) meneliti kadar subklas IgG pada penderita infeksi virus dengue saat periode akut, mendapatkan hal – hal sebagai berikut :
 Kadar IgG 1 penderita dengue hemorrhagic fever 60, jauh diatas penderita dengue fever 0.
 Kadar IgG 2 penderita dengue hemorrhagic fever 0, jauh dibawah penderita dengue fever 20.
 Kadar IgG 3 penderita dengue hemorrhagic fever 20, kurang lebih sama dengan penderita dengue fever 30.
 Kadar IgG 4 penderita dengue hemorragic fever 25, kurang lebih sama dengan penderita dengue fever 15.
Sharone Green(11), meneliti faktor – faktor yang berkaitan dengan reaksi imunologi pada penderita infeksi virus dengue dihubungkan dengan tingkat severitas penyakitnya, mendapatkan hal – hal sebagai berikut :
 Kadar sTNFR80 plasma penderita dengue hemorrhagic fever jauh lebih tinggi dibanding penderita dengue fever baik pada sebelum maupun saat defervescence.
 Kadar IFN- tidak berbeda secara bermakna antara penderita dengue hemorrhagic fever dengan penderita dengue fever baik pada sebelum maupun saat defervescence.
 Kadar TNF, IL-1, IL-4 dan IL–6 tidak ada perbedaan yang bermakna antara kelompok penderita dengue hemorrhagic fever dengan kelompok penderita dengue fever, akan tetapi proporsi penderita yang dapat dideteksi adanya TNF lebih banyak pada kelompok penderita dengue hemorrhagic fever dibanding kelompok penderita dengue fever.
 Kadar sIL–2R, sCD8 pada penderita dengue hemorrhagic fever lebih tinggi dibanding penderita dengue fever saat menjelang defervescence, dan perbedaannya semakin tajam pada 1 hari pasca defervescence.
 Kadar sCD4 tidak ada perbedaan antara kelompok penderita dengue hemorrhagic fever dan kelompok penderita dengue fever.
Peneliti yang sama(12) pada tahun 1999 juga mengamati sel – sel yang terlibat dalam respons imun, dan mengkaitkannya dengan severitas penampilan klinisnya, mendapatkan hal – hal sebagai berikut :
 Jumlah absolut CD4 T sel, CD8 T sel, NK sel dan sel pada penderita dengue hemorrhagic fever lebih rendah dibanding penderita dengue fever.
 Persentase sel yang mengekspresikan CD69 meningkat pada CD8 T sel dan NK sel kelompok penderita dengue hemorrhagic fever dibanding kelompok penderita dengue fever.
7
Dengue haemorhagic fever – dengue shock syndrome :
Untuk kasus-kasus infeksi virus dengue yang manifestasi klinisnya dengue hemorrhagic fever/ dengue shock syndrome divisi tropik dan infeksi sudah melakukan penelitian yang tujuannya mencari “marker“ untuk kasus – kasus dengue hemorrhagic fever yang bagaimana akan tampil dengan syok ( sebagai dengue hemorrhagic fever grade III dan IV atau dengue shock syndrome ).
Untuk parameter darah tepi dilakukan penelitian dengan mengevaluasi jumlah leukosit beserta komponennya pada penderita dengue hemorrhagic fever saat masuk rumah sakit, kemudian dilakukan analisa terhadap jumlah leukosit dan komponennya, baik pada kasus yang tanpa renjatan maupun yang disertai renjatan saat masuk rumah sakit atau beberapa saat kemudian, ternyata didapatkan hasil sebagai berikut (13) :
 Jumlah leukosit pada penderita dengue hemorrhagic fever tidak dapat dipakai sebagai petanda ada / tidak adanya renjatan.
 Jumlah eosinofil, batang, segmen, limfosit dan monosit pada penderita dengue hemorrhagic fever juga tidak dapat dipakai sebagai petanda ada / tidak adanya renjatan.
Kemudian dilakukan analisa terhadap immunoglobulin M dan G, apakah dapat dipakai sebagai petanda ada / tidak adanya syok pada penderita dengue hemorrhagic fever . Pada analisa langsung terhadap IgM dan IgG pada penderita dengue hemorrhagic fever saat masuk rumah sakit, kaitannya dengan ada / tidak adanya renjatan diperoleh hasil sebagai berikut (14):
 Kadar IgM kelompok penderita dengue hemorrhagic fever lebih tinggi dibanding kelompok penderita dengue shock syndrome, tetapi secara statistik tidak signifikan.
 Kadar IgG kelompok penderita dengue hemorrhagic fever lebih rendah dibanding kelompok penderita dengue shock syndrome. Didapatkan kadar IgG pada hari sakit ke IV sebesar 1.5 unit sebagai batas ada/ tidak adanya renjatan.
 Rasio IgM / IgG kelompok penderita dengue hemorrhagic fever sedikit lebih rendah dari kelompok penderita dengue shock syndrome, tetapi secara statistik tidak signifikan.
Analisa yang lain(15) adalah dengan mencari cut off point rasio IgM/ IgG dalam penetapan jenis infeksi virus dengue primer dan sekunder, baru mencari hubungannya dengan ada / tidak adanya renjatan, dan hasilnya adalah sebagai berikut :
 Cut off point rasio IgM/ IgG infeksi virus dengue primer dan sekunder adalah 1.09.
 Rasio IgM / IgG > 1.09 adalah infeksi primer
 Rasio IgM/ IgG 1.09 adalah infeksi sekunder
 Tidak seorangpun jenis infeksi primer mengalami renjatan, sebaliknya 80.6 % jenis infeksi sekunder mengalami renjatan.
Infeksi virus dengue pada bayi
Pada studi kasus seri tahun 1997-1998, yang dilakukan di RS Dr Soetomo, didapat kan 20 kasus dengan gambaran klinis sbb(16) :
8
Umur antara 5 – 12 bulan, terbanyak umur 5 – 7 bulan ( 50 % ) Jenis infeksi primer 65%, infeksi sekunder 35% DHF grade I: 5 %, grade II: 60 %, grade III: 30% sedangkan grade IV: 5% Gejala klinis sbb :
 Panas 100%
 Perdarahan spontan: epistaksis 5%, petekiae 85%, hematemesis 15%, melena 20%
 Hepatomegali 100%
 Trombositopenia 90%
 Efusi pleura 100%
 Ascites 65%
 Muntah 60%, diare 40%
 Pilek 30%, batuk 55%
 Penurunan kesadaran 45%
 Kejang 20%
Unusual / atypical manifestation infeksi virus dengue Pengalaman di klinik menunjukkan bahwa ada varian klinik infeksi virus dengue yang tidak dapat dimasukkan kedalam asumsi umum atas infeksi virus dengue, yaitu bahwa dengue fever biasanya tampil klinis ringan, dengue haemorhagic fever grade I dan II tampil klinis lebih ringan dari dengue haemorhagic fever grade III atau IV.
Ada varian klinis infeksi virus dengue yang tampil klinis sangat berat, yaitu disertai dengan adanya(17) manifestasi:
1. Neurologi, meliputi ensefalopati, ensefalitis/ aseptic meningitis, perdarahan/ trombosis intrakranial, mononeuropati/ polineuropati/ Guillian Barre Syndrome, myelitis
2. Gastrointestinal/ hepatik, meliputi hepatitis/ gagal hepar fulminan, acalculous cholecystitis, pankreatitis akut, febrile diarhea
3. Renal, meliputi Hemolitic Uremic Syndrome, gagal ginjal
4. Kardiak, meliputi miokarditis, gangguan konduksi, perikarditis
5. Respiratorik, meliputi ARDS, perdarahan paru
6. Muskuloskeletal, meliputi miositis, rhabdomyolisis
7. Limforeticular, meliputi spontaneous splenic rupture, lympnone infarction
Peran pemeriksaan laboratorium serologi IgM – IgG dan NS1 antigen pada diagnosis infeksi virus dengue
Diagnosis klinis infeksi virus dengue harus dikuasai semua dokter umum yang melakukan praktek di Indonesia. Seberapa penting peran kedua jenis pemeriksaan laboratorium ini dalam menegakkan diagnosis etiologi infeksi virus dengue, guna menyempurnakan tata laksana infeksi virus dengue. Pada awal sakit panas, tidak mudah membedakan apakah seorang penderita mengalami infeksi virus dengue ataukah infeksi oleh mikroba yang lain, sebab secara klinik sukar dibedakan. Infeksi virus dengue dapat tampil ringan sebagai undiferentiated fever hingga sangat berat sebagai dengue haemorhagic fever, yang dapat berakhir dengan kematian
9
Tampilan klinik awal sakit, kedua spektrum klinik infeksi virus dengue tersebut sukar dibedakan. Pada saat menjelang konvalesen, yang biasanya terjadi pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 6, barulah kedua varian klinik tersebut dapat ditengarai tampilan kliniknya.
Oleh karena itu apabila ada alat bantu diagnosis/ pemeriksaan laboratorium yang dari awal sudah dapat membedakan penderita tersebut adalah infeksi virus dengue atau bukan, akan dapat mempersempit masalah untuk membuat diagnosis infeksi virus dengue.
Pada infeksi primer virus dengue IgM antibodi segera terbentuk dan pada hari ke 5 sakit sebagian besar penderita akan positip. IgM ini bertahan sampai bulan ke 3 setelah sakit.(18) Sedang pada infeksi sekunder infeksi virus dengue IgG antibodi segera terbentuk dalam konsentrasi yang tinggi, sedangkan IgM antibodi karena efek masking dari IgG dapat tidak terdeteksi.(19, 20)
Tentang positivitas hasil pemeriksaan IgM dan IgG dihubungkan dengan hari sakit, penelitian yang dilakukan di Surabaya memberi hasil sbb(15)
Hari sakit saat pengambilan sampel
Total
3
4
5
6
Jumlah kasus diperiksa Positivitas Rate IgM (%) Positivitas Rate IgG (%) Positivitas Rate ELISA (%)*
6 16.7 83.3 83.3
28 42.9 92.9 96.4
22 54.5 86.4 95.5
9 77.8 100 100
65 49.2 90.8 95.4
*= gabungan IgM & IgG
NS1 adalah protein non struktural dari virus dengue, suatu glikoprotein yang pada penelitian invitro, protein ini adalah : Di ekspresikan sebagai bagian dari membran intraseluler yang berhubungan dengan replikasi(21) Bagian dari “cell surface“ yang berhubungan dengan “signal transduction“ (22) Dijumpai dalam serum penderita yang mengalami infeksi virus dengue selama penderita sakit.(23)
NS1 ini ternyata sebagai antigen pada penderita infeksi virus dengue, pada pemeriksaan laboratorium mempunyai sensitivitas diatas 80% dan spesifisitas mendekati 100%.(24)
Penatalaksanaan infeksi virus dengue(25)
Apabila penderita infeksi virus dengue datang pada periode febris pada saat itu belum/ tidak dapat dibedakan apakah penderita undifferentiated fever, dengue fever ataukah dengue hemorhagic fever. Maka pengobatan yang diberikan adalah :
1. Antipiretik, parasetamol sebagai pilihan
2. Makan/ minum disesuaikan dengan kondisi nafsu makan / minumnya
3. Antibiotika tidak diperlukan.
4. Apabila penderita ditetapkan untuk rawat jalan maka kalau dalam perjalanan sakitnya didapat keluhan/ tanda klinik seperti dibawah ini, penderita dianjurkan untuk segera dibawa kerumah sakit untuk pengobatan selanjutnya. Keluhan / gejala / tanda klinik yang dimaksud adalah: Nyeri abdomen
10
Tanda perdarahan di kulit: ptekie, ekimosis Tanda perdarahan lain epistaksis, perdarahan gusi Penderita tampak loyo dan pada perabaan terasa dingin/ anyep
5. Apabila cairan intravena dijadikan pilihan terapi maka dikenal formula Halliday Segar dengan memakai larutan D5 ¼ Salin atau D5 ½ Salin tergantung umurnya.
Apabila penderita datang pada periode afebris maka pemberian cairan tergantung diagnosis dan kondisi kliniknya. Pada undifferentiated fever/ dengue fever apabila membutuhkan cairan intravena pilihannya adalah larutan D5 ¼ Salin atau larutan D5 ½ Salin. Sedangkan untuk penderita dengue hemorhagic fever derajat I dan II maka pilihan cairannya adalah larutan Ringer Laktat D5 atau larutan Ringer Asetat D5. Kalau diagnosisnya adalah dengue hemorhagic fever derajat III dan IV maka cairan yang dipakai adalah larutan Ringer Laktat atau Ringer Asetat Koloid darah atau produk darah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar